Segalanya dimulai dari hutan kecil di Salisbury, Wiltshire. Di sanalah Dan Atherton bersama dua adiknya, Gee dan Rachel, menggali tanah dan membangun track sepeda sebelum berangkat sekolah. Sepulangnya, mereka kembali ke sana – menambah obstacle, memperpanjang tikungan. Siapa sangka, permainan masa kecil itu menjadi fondasi dari salah satu ajang mountain bike paling ekstrem dalam dunia sepeda gunung: Red Bull Hardline.
 

Selama tiga dekade, keluarga Atherton berkembang menjadi legenda. Gee dan Rachel menyabet gelar juara dunia, sementara Dan—si sulung—menapaki jalannya sendiri. Tak hanya sebagai pembalap, tapi juga sebagai track builder. Dan kini, Hardline ciptaannya dikenal sebagai lomba downhill paling brutal di dunia. Digelar setiap tahun, ajang ini bukan hanya soal kecepatan, tapi juga nyali. Drop besar, gap gila, dan lompatan berani jadi menu utamanya.
 

Menariknya, makin ekstrem Hardline, justru makin minim kecelakaan. Kuncinya ada pada perencanaan matang. Dari desain lintasan hingga faktor cuaca dan musim kompetisi, semua dipikirkan secara detail. Tujuannya jelas: memacu adrenalin tanpa mengorbankan keselamatan.

Tahun 2024 lalu, untuk pertama kalinya, Hardline menjelajah ke luar Inggris—tepatnya ke Tasmania. Dengan penonton mencapai 6.000 orang, responsnya luar biasa. 
 

Dalam satu dekade terakhir, dunia downhill pun ikut berubah. Muncul generasi baru yang lebih teknikal, lebih bebas, dan tak melulu mengejar podium World Cup. Rider seperti Kaos Seagrave, Kade Edwards, hingga Jackson Goldstone menunjukkan arah baru olahraga ini—lebih ekspresif, lebih liar.

Dari jalur tanah di hutan masa kecil hingga panggung dunia, Hardline bukan lagi sekadar lomba. Ia adalah simbol dari evolusi downhill.